![]() |
| Yulianus Lase, S.Pd |
Pendidikan Guru Penggerak
adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin
pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan
Pendampingan selama 6 bulan bagi calon Guru Penggerak. Selama program, guru
tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru.
Syarat utama untuk menjadi CGP Rekognisi adalah pernah menjadi Pengajar Praktik pada satu angkatan dan juga harus berstatus sebagai Fasilitator dan mendampingi CGP Reguler secara bersamaan, CGP Rekognisi juga harus melewati seleksi sebanyak 2 (dua) kali.
Berikut ini merupakan salah satu tugas yang wajib dilaksakan oleh CGP Rekognisi yaitu pada Alur Koneksi Antar Materi pada Modul 1.4.
KONEKSI
ANTAR MATERI KESIMPULAN DAN REFLEKSI
MODUL
1.4
Nama CGP
Rekognisi : Yulianus Lase, S.Pd Fasilitator
Pemandu : Samsuedi
Angkatan : 11 (Sebelas) Tahun
: 2024
Unit Kerja : UPTD SDN 070974 Gunungsitoli
SALAM DAN BAHAGIA !
Setelah saya mempelajari Modul 1.4.
Budaya Positif, saya melakukan refleksi untuk diri sendiri yang dipandu oleh
pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
A. Buatlah sebuah kesimpulan
mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan
menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku
manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi,
keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya
dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar
Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru
Penggerak.
Untuk menciptakan budaya
positif dilingkungan sekolah saya sebagai seorang guru mempunyai peran yang
sangat besar. Sebagai seorang guru, saya berperan untuk menginisiasi penyusunan
keyakinan kelas di kelas yang menjadi tanggungjawab sendiri. Selain itu saya
juga berperan untuk menyebarkan pemahaman kepada rekan kerja ditempat saya
bekerja. Penerapan budaya positif tidak bisa maksimal apa bila seorang diri
untuk melaksanakannya. Beberapa waktu lalu, saya telah melaksanakan kegiatan
sosialisasi tentang budaya positif di sekolah. Materi ini disambut baik oleh
rekan-rekan di tempat saya bekerja. Saya menjelaskan tentang disiplin positif,
motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi,
keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi.
Seluruh materi budaya positif
ini sangat erat kaitannya dengan Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar
Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.
Dalam filosofi pendidikan menurut KHD, Pendidikan itu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, agar tuntunan ini bisa berhasil
maka budaya positif wajib diterapkan dilingkungan sekolah. Nilai dan Peran Guru
Penggeraklah yang mampu mengakomodir hal tersebut dengan merencanakannya melalu
Visi Guru Penggerak yang dijadikan sebagai pandangan utama, sehingga apapun
program yang ingin dilaksanakan tidak terlepas dari ketiga hal tersebut yang
akhirnya budaya positif dapat terbudayakan diekosistem suatu sekolah.
A. Buatlah sebuah refleksi dari
pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
Saya sangat memahami
konsep-konsep inti dari materi disiplin positif, teori
kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol
guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi.
Budaya positif adalah nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan serta kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.
Teori kontrol menurut Dr. William Glasser
dalam Control Theory terdiri dari:
a. Guru mengontrol murid : Sebetulnya kita tidak
bisa mengontrol murid jika ia tidak mau, harus ada dorongan sendiri dari diri
murid.
b. Penguatan positif efektif dan bermanfaat :
Semisal bujukan dan nasihat-nasihat, jika terlalu dalam murid bisa
ketergantungan dan tidak mandiri dalam mengontrol dirinya.
c. Kritikan dapat membuat orang merasa bersalah
dapat menguatkan karakter : Kalaupun kita harus mengeluarkan kritikan maka
kritiklah secukupnya dan kritikan tersebut harus membangun bukan malah membuat
murid tidak percaya diri.
d. Orang dewasa memiliki hak untuk memaksa : Menentukan pilihan adalah hak masing-masing manusia.
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol?
|
Stimulus Respon |
Teori Kontrol |
|
Realitas (kebutuhan) kita
sama |
Realitas (kebutuhan) kita
berbeda |
|
Setiap orang melihat sama |
Setiap orang memiliki
gambaran berbeda |
|
Kita mencoba mengubah orang agar
berpandangan sama dengan kita |
Kita berusaha memahami
pandangan orang lain tentang dunia |
|
Perilaku buruk dilihat
sebagai suatu kesalahan |
Semua perilaku memiliki
tujuan |
|
Orang lain bisa mengontrol
saya |
Hanya anda yang bisa
mengontrol diri anda |
|
Saya bisa mengontrol orang
lain |
Anda tidak bisa mengontrol
orang lain |
|
Pemaksaan ada pada saat
bujukan gagal |
Kolaborasi dan konsensus
menciptakan pilihan-pilhan baru |
|
Model berpikir menang/kalah |
Model berpikir menang-menang |
Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan,
Restitusi
Ada 3 motivasi perilaku
manusia:
1. Untuk menghindari
ketidaknyamanan atau hukuman
Ini adalah tingkat
terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi
perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa
yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya?
2. Untuk mendapatkan imbalan
atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas
motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau
penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang
akan saya dapatkan apabila saya melakukannya?
3. Untuk menjadi orang yang
mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka
percaya.
Orang dengan motivasi ini
akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya?
Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan
mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan
nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat
seseorang memiliki disiplin positif.
Dihukum oleh Penghargaan
Saat kita berulang kali
menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung
jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang
baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang
berkualitas, kita
sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya, atau mereka tidak
akan memilih untuk melakukannya.” (Alfie Kohn)
5
(lima) Posisi Kontrol Guru
1. Penghukum
Seorang
penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang
menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan
sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi.
Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi
aturan saya, atau awas!”
“Kamu
selalu saja salah!”
“Selalu,
pasti selalu yang terakhir selesai”
Guru seperti ini senantiasa percaya
hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.
Pada posisi ini kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.
2.
Pembuat Merasa Bersalah
Pada posisi ini biasanya guru akan
bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang
membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata
yang keluar dengan lembut akan seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu
kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu
kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
Pada posisi ini murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.
3.
Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun
akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru
bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang
terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik
dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu
bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Pada posisi ini murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.
4. Pemantau
Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi,
kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi
pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan
menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita
dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan
yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Pada posisi ini murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.
5. Manager
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru
berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi
atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di
posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu
tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita
menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan
bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat
menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer,
murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain.
Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi
dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan
berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia
memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku
seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer
bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut
ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak
perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke
murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih
sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai
teman murid.
5 (lima) kebutuhan dasar manusia
1. Kesenangan
2. Cinta dan Kasih sayang
3. Kebebasan
4. Penguasaan
5. Bertahan hidup
Keyakinan
Kelas
Keyakinan adalah nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama
Segitiga
Restitusi
Restitusi
adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka,
sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih
kuat
Ada
3 tahapan dalam melakukan restitusi, yaitu;
1. Menstabilkan Identitas
2. Validasi Tindakan yang Salah
3. Menanyakan Keyakinan
Segitiga restitusi sebagai
upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah.
Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa
dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan
keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.
2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Perubahan yang terjadi pada
cara berpikir saya dalam mencipatkan budaya positif di kelas ataupun disekolah
setelah saya mempelajari modul ini yaitu:
Hukuman tidak dapat mendisplinkan anak secara total, bahkan lebih banyak sisi negatif dibanding sisi positifnya. Penghargaan tidak selalu baik pada murid terutama yang berkaitan dengan pemberian penghargaan dalam bentuk barang, alangkah lebih baiknya bila motivasi yang muncul berasal dari dalam diri murid sendiri. Keyakinan kelas lebih baik dari pada peraturan kelas, sebab keyakinan kelas disepakati sendiri oleh murid, sedangkan peraturan kelas dibuat sendiri oleh guru. Setelah saya mengetahui hal ini, maka saya berencana untuk mengobah paradigm berpikir saya dalam mengelola kelas/sekolah agar sesuai dengan kondisi yang diharapkan dalam modul ini.
3. Pengalaman seperti apakah yang
pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya
Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Adapun pengalaman yang pernah
saya alami terkait penerapan konsep-konsep intik dalam modul Budaya Positif
dilingkungan sekolah antara lain;
Dalam menyelesaikan masalah ketika murid berbuat salah, kalau dulu cara mengatasinya selalu berasaskan pada hukuman, saat ini sudah tidak seperti itu lagi. Dalam menyelesaikan masalah selalu berasaskan Segitiga Restitusi dan pengulangan Keyakinan kelas. Dalam minggu yang sudah lewat terjadilah masalah antara 2 orang siswa saat mereka melaksanakan kegiatan Literasi pada pagi hari di sekolah. 2 orang murid ini terlibat dalam perkelahian karena memperebutkan buku bacaan. Sayapun menyelesaikan persoalan itu dengan menerapkan Segitiga Restitusi
4.
Bagaimanakah perasaan Anda
ketika mengalami hal-hal tersebut?
Saya sangat senang dan gembira, sebab dalam menyelesaikan masalah tersebut tidak ada kekerasan fisik dan verbal. Murid juga menerima dengan baik penyelesaian tersebut.
5. Menurut Anda, terkait
pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah
baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Hal yang baik saat menerapkan
konsep-konsep budaya positif di kelas yaitu murid menyadari bahwa bila
melakukan sesuatu hal pasti ada konsekuensi, dan konsekuensi itu merupakan
kesepakatan yang sudah mereka buat secara bersama-sama sehingga tanpa
diperintah apapun konsekuensi dari tindakan yang mereka buat akan mereka
laksanakan dengan ikhlas.
Yang perlu diperbaiki pada penerapan konsep dimaksud menurut saya kecakapan seorang guru dalam memahami konsep Segitiga Restitusi dalam menyelesaikan masalah. Kadang penerapan Segitiga Restitusi tidak berjalan dengan baik karena guru kurang menguasai cara melakukannya, jadi hal tersebut wajib diperbaiki.
6. Sebelum mempelajari modul ini,
ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah
yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah
mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana
perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum mempelajari modul ini ketika berinteraksi dengan murid saya selalu posisi sebagai Pembuat Merasa Bersalah.Posisi ini memang tidak menyakiti siswa secara fisik tetapi menyakiti mereka dengan pemikiran mereka merasa sangat bersalah dan ini membuat tekanan batin terhadap siswa. Saat itupun saya merasa kasihan juga melihat kondisi murid seperti itu. Tetapi setelah mempelajari modul ini, posisi yang saya pakai untuk mengontrol murid adalah Posisi sebagai manager. Pada posisi ini guru mengajak murid untuk bertanggung jawab atas perbuatannnya dan menemukan sendiri solusi yang dia ingin lakukan dengan mengacu pada keyakinan kelas yang sudah ada. Perasaan saya setelah menerapkan posisi sebagai manager, saya menjadi puas dan lega sebab pada penyelesaian suatu masalah tidak berbasis menyakiti tetapi bahkan mengajari dan memperbaiki.
7. Sebelum mempelajari modul ini,
pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan
murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda
mempraktekkannya?
Sebelum mempelajari modul ini
saya sering menerapkan Segitiga Restitusi saat menyelesaikan masalah pada
murid. Tahap yang sering saya praktikkan yaitu Validasi Tindakan Yang Salah. Saya
mengajak siswa untuk memahami bahwa tindakan yang dilakukannya membuat dia
bermasalah dan tidak sesuai aturan, dan saya mengontrol murid dengan
menggunakan posisi Kontrol sebagai Pembuat Merasa Bersalah.
8. Selain konsep-konsep yang
disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting
untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan
kelas maupun sekolah?
Saya kira konsep-konsep yang sudah
disampaikan di dalam modul ini sudah sangat baik dan relevan untuk saat ini, menurut
saya yang perlu ditambahkan adalah kesabaran guru dalam menerapkannya dan
kemampuan untuk memahami agar konsep budaya positif bisa berjalan sesuai
rencana.








0 komentar:
Posting Komentar