Pawai Budaya Daerah

Keanekaragaman budaya nasional Indonesia.

Organ Gerak Manusia dan Hewan

Gerak pada manusia dan hewan menggunakan organ gerak yang tersusun dalam sistem gerak.

Peta Negara-Negara ASEAN

Kehidupan Sosial Budaya masyarakat ASEAN.

Workshop AKSI

Workshop Asesesmen Kompetensi Siswa Indonesia untuk guru-guru, MEDAN.

Sabtu, 19 Oktober 2024

Rangkuman Koneksi Antar Materi - Modul 3.1

 

Tujuan Pembelajaran Khusus : 

  1. CGP membuat kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan media.
  2. CGP dapat melakukan refleksi bersama fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah mereka lalui dan menggunakan pemahaman barunya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukannya.

 

Yulianus Lase, S.Pd

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert

1.       Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?

Menurut saya kaitan kutipan di atas dengan proses pembelajaran yang saya alami saat ini adalah bahwa mengajari anak dengan suatu hal yang berkaitan langsung untuk mengarahkan dan mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik sesuai kodratnya lebih bermanfaat dan lebih penting dibandingkan dengan memberitahukan sesuatu kepada mereka dengan hal-hal yang umum dan tidak langsung bermanfaat bagi perubahan yang lebih baik di dalam kehidupan mereka. Modul 3.1 membahas tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin, seorang pemimpin harus mampu membuat suatu keputusan yang lebih bijaksana, buatlah keputusan yang terbaik, walaupun terkadang keputusan yang terbaik menurut kita belum tentu terbaik menurut orang lain, namun bila keputusan lebih mengutamakan kepentingan orang banyak menurut saya itulah keputusan yang paling baik.

2.    Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

Menurut saya nilai-nilai atau prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberi dampak pada lingkungan kita yaitu:

a.   Keputusan yang saya buat lebih mempertimbangkan kepentingan pada orang banyak

b.   Mengambil keputusan yang paling sedikit tingkat resikonya

c.  Memutuskan suatu hal yang terbaik walaupun terdapat segelintir orang yang tidak suka atau menolak

d.   Keputusan yang dibuat harus berpedoman pada pengalaman terbaik masa lalu

e.  Dapat dilaksanakan dan dilakukan secara bersama-sama artinya tidak melampaui kemampuan orang banyak.

f.  Bermanfaat dan hasilnya dapat dirasakan atau dinikmati oleh orang banyak bukan hanya diri sendiri.

3.     Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

Kontribusi saya sebagai seorang pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan pada proses pembelajaran murid antara lain :

Apapun keputusannya harus mempertimbangkan kebutuhan belajar murid, karena kebutuhan belajar murid sangat penting dan lebih diutamakan. Sebab salah satu tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan generasi bangsa. Generasi bangsa ini adalah salah satunya murid-murid yang menjadi tanggung jawab saya saat ini.

Pengambilan keputusan dalam menyiapkan seluruh perangkat pembelajaran bukan berdasarkan keinginan pendidik, tetapi berdasarkan kebutuhan, minat dan gaya belajar murid. Demikian juga dalam hal penyelesaian kasus atau masalah yang dialami murid, saya harus lebih mempertimbangkan keberadaan murid yang artinya keputusan penyelesaian masalah bersifat membangun, mengembangkan bukan justru menekan yang akhirnya dapat mematikan karakter atau pertumbuhan jiwa murid.

4.        Menurut Anda, apakah maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses pembelajaran yang telah Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.

Education is the art of making man ethical.

Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis. (Georg Wilhelm Friedrich Hegel)

Ya benar, Pendidikan adalah ibarat suatu seni. Sebagaimana kita ketahui Seni adalah sebuah karya manusia yang dibuat berdasarkan ide gagasan sehingga memiliki nilai estetik dan mampu mempengaruhi perasaan orang lain. Maka pendidikan merupakan sebuah seni artinya suatu perbuatan atau usaha yang indah yang dilakukan dengan penuh penghayatan dan perasaan sehingga menciptakan suatu tujuan untuk membuat murid merasa bahagia dan senang serta lepas dari semua tekanan dan ketakutan. Maka kaitannya dengan proses pembelajaran yang saya dalami saat ini yaitu bahwa apa yang sedang saya ikuti (proses yang sedang berjalan) ini merupakan persiapan diri untuk menjadi seorang seniman agar kelak bila saya menjadi pimpin, maka dalam mengambil suatu keputusan harus mengutamakan kepentingan murid.


RANGKUMAN MATERI

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Ki Hadjar Dewantara mencetuskan asas-asas pendidikan yang dikenal dengan Pratap Triloka yang isinya sebagai berikut : Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. semboyan tersebut artinya adalah "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan". Pratap ini berbicara tentang kepemimpinan seorang pendidik dalam hal ini GURU. Berdasarkan asas tersebut kemudian berkaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin, sebab guru adalah seorang pemimpin yang memimpin generasi penerus bangsa Indonesia.

Pada masa perkembangan dan kemajuan teknologi digital sekarang ini peran guru sebagai pemimpin pembelajaran betul-betul di tuntut agar mampu mengelola pembelajaran yang berkualitas dengan memanfaatkan seluruh sarana dan prasarana yang tersedia . Guru tidak lagi berperan sebagai orang yang lebih tahu dari siswa sebagaimana tempo dulu, tapi guru diharuskan mampu menjalin kolaborasi dengan siswa  dalam proses pembelajaran karena kehadiran teknologi digital sekarang ini semua informasi dapat diakses oleh siapa saja tanpa ada batas melalui jaringan internet. Kaitannya dengan hal tersebut, maka di era gital sekarang ini seorang guru harus mampu mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan mengacu pada patrap triloka yaitu mampu menjadi teladan, memberi motivasi, dan memberi dukungan kepada muridnya dalam upaya mengembangkan potensi yang dimiliki murid sesuai dengan kodrat zamannya

Dalam pengambilan keputusan hendaknya seorang guru menerapkan konsep-konsep pengambilan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid yaitu dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan. Penjelasannya sebagai berikut :

4 paradigma dalam pengambilan keputusan

(1) individu lawan masyarakat (individual vs community),

(2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan ( Justice vs Mercy),

(3) Kebenararan lawan kesetiaan (Truth vs Loyality), Jangkah pendek lawan jangka Panjang (Short Term vs Long Term).

Tiga prinsip dilema etika

(1) Berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking),

(2) Berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking),

(3) Berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking)

9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan di antaranya:

(1) Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini,

(2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini,

(3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini,

(4) Pengujian benar atau salah, terdiri atas : Uji Legal, Uji Regulasi/Standar Profesional, Uji Intuisi, Uji Halaman  Depan Koran, dan Uji Panutan/Idola,

(5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar,

(6) Melakukan Prinsip Resolusi,

(7) Investigasi Opsi Trilema,

(8) Buat Keputusan,

(9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.

2.     Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Untuk diketahui bahwa prinsip-prinsip, nilai diri, dan karakter baik harus didasarkan pada nilai-nilai kebijakan universal, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku, bangsa maupun agama.

Sebagai seorang pemimpin pasti akan mengahadapi suatu permasalahan sebab tidak ada satu institusi manapun yang tidak mengalami suatu masalah. Nah, yang menjadi persoalan adalah bagaimana seorang pemimpin dapat membuat keputusan yang paling tepat?. Karena itu nilai-nilai yang tertanam dalam diri sorang pemimpin akan berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang diambil dalam pengambilan suatu keputusan. Terutama dalam mengambil keputusan yang tergolong sebagai dilema etika akan merefleksikan nilai-nilai yang kita junjung tinggi. Seseorang yang memiliki nilai karakter yang baik akan mampu menerapkan prinsip pengambilan keputusan dengan baik dan efektif.

3.       Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Menurut International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching adalah sebagai “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”  Sebagaimana kita ketahui bahwa filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin. Pratap Triloka seperti dibahas pada pertanyaan sebelumnya kita kenal dengan Sistem Among, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, hal ini menjadi semangat  yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Pada saat melaksanakan kegiatan coaching salah satu kriteria yang wajib dilakukan oleh coach adalah mengajukan pertanyaan yang berbobot, pertanyaan ini sangat mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan yang berbasis nila-nilai kebajikan sebagai pemimpin.

4.   Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Sebagai mana kita ketahuin ada 5 Kompetensi sosial emosional, yaitu :

1.   Kesadaran diri

2.   Manajemen Diri

3.   Kesadaran sosial

4.   Keterampilan Berelasi

5.   Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

KSE memiliki peran penting dalam kehidupan sekolah. Warga sekolah dengan KSE yang baik dapat mengelola emosi mereka dengan baik, berinteraksi dengan orang lain dengan efektif, dan membuat keputusan yang tepat dalam situasi sosial yang kompleks.

Karena itu dalam pengambilan keputusan sosial emosional yang dimiliki oleh guru sangat-sangat berpengaruh, karena itu hendaknya seorang guru harus berada dalam kesadaran penuh dalam menyikapi suatu masalah dan saat harus mengambil suatu keputusan termasuk dilemma etika. 

5.    Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Dalam pengambilan suatu keputusan dalam suatu masalah yang berkaitan dengan etika dan moral maka seorang pendidik harus berpedoman pada nilai-nilai kebajikan yang diyakininya. Misalnya, kasus dilema etika ketika seorang guru harus memilih apakah akan melaporkan siswa yang mencontek atau memberinya kesempatan kedua. Untuk membuat keputusan ini maka pedoman utamanya adalah nilai kebajikan yang diyakininya.

6.     Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Agar terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dalam pengambilan keputusan maka keputusan yang dibuat harus keputusan yang dibuat tidak terburu-buru, dalam pemutusannya tidak dengan emosional, lebih mengutamakan orang banyak dan keputusan yang dibuat hendaknya sesuai dengan nilai kebajikan yang diyakininya serta selalu mempertimbangkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan.

7.       Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan dalam mengambil keputusan dilingkungan saya sangat banyak dan kompleks, karena saya dihadapkan dengan berbagai pihak yang memiliki pemikiran dan karakter yang berbeda-beda. Hal ini tentunya saja sangat mempengaruhi pengambilan suatu keputusan karena masing-masing memiliki kepentingan yang berberda dan hal inipun berdampak pada perubahan paradigma. Namun tentu saja sebagai pribadi yang sudah menguasai 4 paradigama, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan seharusnya tidak ragu dalam mengambila keputusan yang paling tepat.

8.  Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Seorang pendidik harus berani membuat keputusan yang tepat sekali lagi dengan mengedepankan nilai kebajikan yang diyakininya, seorang pemimpin tidak boleh ragu-ragu untuk membuat suatu keputusan. Termasuk dalam menyelenggarakan pembelajaran yang tepat untuk murid yang berbeda-beda dengan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda. Setiap murid nyaris tidak ada yang pernah sama, baik itu dalam gaya belajar, minat, juga latar belakang keluarga.

9.   Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Sesuai dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidik hanya sebagai penuntun, menuntun siswa sesuai dengan kodratnya. Di ibaratkan pendidik ada sebagai petani, petani hanya bisa membersihkan, memberi pupuk dan melepaskan semua penghalang seperti rumput, hama dan lain sebainya. Begitu juga dengan pendidik yang hanya menuntun murid untuk mendapatkan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat.

10. Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Keterkaitan modul materi ini dengan modul sebelum-sebelumnya antara lain

       Modul 1.1. Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara

Pendidikan adalah kunci utama untuk membangun suatu bangsa, pendidikan bukan hanya sekadar memasukkan pengetahuan ke dalam pikiran murid, tetapi juga membentuk karakter dan memerdekakan mereka dari belenggu ketidaktahuan dan keterbatasan diri

pentingnya memberikan pendidikan yang merangkul keberagaman, memupuk kreativitas, dan menghargai identitas lokal.

       Modul 1.2. Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak

Nilai-Nilai Guru Penggerak terdiri dari: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid.

Peran Guru Penggerak yaitu : Pemimpin pembelajaran, Coach bagi guru lain, Membuka ruang kolaborasi, Mendorong kepemimpinan murid

       Modul 1.3. Visi Guru Penggerak

Visi Guru Penggerak adalah  mewujudkan anak-anak Indonesia yang memiliki profil pelajar Pancasila yaitu pelajar yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, mandiri, inovatif, berkebhinekaan global, mampu hidup bergotong royong, serta mampu bernalar kritis.

       Modul 1.4. Budaya Positif

Budaya positif adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan. Adapun kegiatan yang dapat mendukung upaya peningkatan kualitas pendidikan, antara lain:

·     Membentuk kerja sama yang baik untuk mencapai prestasi.

·     Memberi penghargaan atau apresiasi terhadap prestasi.

·     Membangun suasana yang kondusif saat belajar, baik di kelas, laboratorium, maupun tempat lain di lingkungan sekolah.

·     Membangun suasana belajar dan mengajar yang nyaman agar pelajar memiliki komitmen dalam belajar.

       Modul 2.1. Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid

Murid yang kita damping sangat beraragam karena itu perlu usaha untuk memenuhi kebutuhan belajar mereka dengan cara yang tepat, salah satunya dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

       Modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional

PSE adalah sebuah metode yang membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam mengelola emosi, membangun hubungan yang sehat, menetapkan tujuan, dan mengambil keputusan dalam hidupnya

       Modul 2.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik

Coaching adalah sebagai bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.

Untuk menerapkan semua materi-materi pada semua modul di atas, perlu keterampilan dalam pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.

11.    Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Saya baru paham dengan benar tentang cara dan strategi yang baik dalam mengambil suatu keputusan. Awalnya saya tidak bisa membedakan yang mana kasus dilema etika dan yang mana kasus bujukan moral, sulit rasanya untuk mengidentifikasinya dengan tepat. Namun dengan mengetahui konsep 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan, maka pemahaman saya tentang materi pada modul ini dapat saya kuasai dengan sangat baik.

12.    Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini sebagai seorang pemimpin saya sering sekali mengalami suatu kasus baik kasus moral juga kasus dilema, namun setelah saya pikir-pikir ternyata banyak sekali keputusan yang saya buat hanya atas dasar kepentingan pribadi sendiri tanpa memikirkan kondisi yang lain. Namun sejak saya mempelajari modul ini ternyata dalam membuat suatu keputusan saya harus mempertimbangkan dan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang saya buatpun tidak lagi berdasarkan kepentingan pribadi, namun menurut saya lebih bijak dan dapat diterima dengan baik.

13.    Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak paling nyata dalam diri saya dalam mengambil keputusan sejak saya mempelajari modul ini adalah keputusan yang saya buat lebih bijaksana dan dapat diterima dengan baik dan mengelimir status error.

14.    Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Sangat penting bagi saya mempelajari modul ini baik sebagai individu maupun sebagai seorang pemimpin karena dalam keseharian saya sering menemui suatu persoalan atau kondisi tertentu yang harus membuat suatu keputusan, sehingga diperlukan suatu keterampilan yang baik dalam membuat suatu keputusan.

Salam dan Bahagia.


Rabu, 25 September 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

 

Kegiatan "SEMABER" (Selasa Makan Bersama)
Murid UPTD SDN 070974 Gunungsitoli
Kota Gunungsitoli

Nama CGP Rekognisi :    Yulianus Lase, S.Pd                                Fasilitator Pemandu   :    Samsuedi

Angkatan                      :    11 (Sebelas)                                           Tahun                         :    2024

Unit Kerja                     :    UPTD SDN 070974 Gunungsitoli

 

SALAM DAN BAHAGIA !

Setelah saya mempelajari Modul 2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik, saya melakukan refleksi untuk diri sendiri yang dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

Pendidikan Guru Penggerak menyiapkan diri guru sebagai pemimpin pembelajaran, selain itu program Pendidikan Guru Penggerak juga menyiapkan guru untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan. Pelaksanaan pembelajaran diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
a) Interaktif;
b) Inspiratif;
c) Menyenangkan;
d) Menantang;
e) Memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif; dan

Memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan.

Kriteria minimal kompetensi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana Whitmore (2003) ungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” 

Tujuan pelaksanaan coaching adalah menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki.

Coaching berhubungan untuk membangun kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya mengantarkan melalui mendengarkan aktif dan melontarkan pertanyaan, coachee lah yang membuat keputusan sendiri.

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada  agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. 

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat  yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coachingTut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun).  Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

1.  Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?

Di dalam modul 2.3 ini membahas tentang kegiatan coaching untuk keperluan Supervisi Akademik. Bagi orang awam, termasuk saya ini, kegiatan coaching merupakan hal yang tidak terlalu familiar, karena jarang sekali mendapat referensi sebelumnya tentang ini. Namun setelah mengenal dan mempelajarinya lebih mendalam ternyata manfaatnya sangat mendalam dan sangat penting bagi pendidik dan juga kepada murid, terutama dalam menemukan solusi untuk suatu persoalan yang dihadapi disuatu peristiwa yang dialami. Saya sungguh bangga dan senang sekali karena saya mendapatkan suatu pengalaman baru dalam hal pengajaran berlatih menjadi seorang supervisor, coach dan juga sebagai coachee. Sering sekali saya dimintai pendapat untuk mengatasi masalah baik pada murid, juga bagi rekan sejawat baik itu dalam hal akademik ataupun masalah pribadi, masalah sosial dan emosional yang dihadapi oleh siswa sangat bermacam-macam, seperti masalah kepercayaan diri, hubungan dengan teman sebaya, dan mengelola emosi. 

Selain sebagai guru saya dapat memberikan dukungan moral dan mendengarkan siswa yang mengalami kesulitan. Dengan demikian, sebagai coach dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka, yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. dengan bekal ilmu yang saya dapat dari modul 2.3 ini mengenai coaching saya dapat dengan mudah membantu mereka untuk menguraikan masalah dan menemukan solusi yang akan dicapai untuk tujuan tertentu.

Adapun kaitan materi coaching ini dengan materi modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi juga materi modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan emosional sangat erat dan berkaitan satu sama lain. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual siswa dalam belajar. Dalam hal ini seorang Coach dapat membantu guru atau rekan sejawat dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang berdiferensiasi dan menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Coach dapat memberikan ide dan saran bagi guru dalam merancang materi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. Ada beberapa pertanyaan dalam proses coaching yang dapat ditanyakan untuk menggali kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi yaitu :

a)     Apakah muatan materi pembelajaran sudah sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa ?

b)     Sudahkah guru menerapkan pembelajaran yang sesuai perkembangan zaman saat ini ?

c)     Apakah ada aspek kritis dan reflektif dalam konsep materi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis ?

d)     Apakah guru sudah menggunakan segala potensi yang ada untuk melaksanakan pembelajaran terbaik bagi siswa?

Sedangkan Pembelajaran sosial dan emosi adalah bagian yang sangat penting untuk pengembangan siswa secara holistik. Saya sebagai guru yang berindak sebagai Coach di sekolah dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka melalui pendekatan yang terstruktur dan berkelanjutan.

Seorang coach dapat memberikan dukungan dalam hal ini dengan membantu siswa mengidentifikasi dan mengelola emosi mereka, meningkatkan kemampuan personal, membangun hubungan yang positif dengan teman sebaya, dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam mengatasi konflik. Dalam hal ini, coach dapat membantu guru dalam melaksanakan program pembelajaran sosial dan emosi di sekolah. Coach dapat bekerja sama dengan guru dalam mengembangkan program pembelajaran sosial dan emosi yang terintegrasi dengan kurikulum dan memfasilitasi kegiatan dan program sosial dan emosi di sekolah.

Karena itu peran saya sebagai coach dalam kaitan penerapan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional sudah sangat jelas yaitu membantu guru atau rekan sejawat dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang berdiferensiasi dengan menyesuaikan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa dan membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial emosional mereka melalui pendekatan yang terstruktur dan berkelanjutan.

2.   Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran?

Keterampilan coaching memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran saya harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan mengelola tim dengan baik. Pemimpin pembelajaran berkewajian untuk membantu anggota tim dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keterampilan coaching sangat sesuai untuk mengembangkan kompetensi pemimpin pembelajaran. Berikut adalah beberapa keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran :

a.      Sebagai seorang coach, kemampuan untuk mendengarkan dan memberikan dukungan sangat penting. Hal ini juga relevan dalam pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran yang baik harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan keluhan dan masalah anggota tim, serta memberikan dukungan dan solusi yang tepat. Dengan kemampuan ini, seorang pemimpin pembelajaran dapat membangun hubungan yang baik dengan anggota tim dan meningkatkan kinerja tim secara keseluruhan.

b.     Seorang coach memiliki peran penting dalam mengembangkan keterampilan dan potensi siswa. Hal ini juga relevan dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin pembelajaran harus mampu mengembangkan keterampilan dan potensi anggota tim, serta membantu mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kemampuan ini, seorang pemimpin pembelajaran dapat menciptakan tim yang lebih efektif dan produktif.

KESIMPULAN

Sebagai seorang coach yang baik selain menguasai alur TIRTA serta RASA dalam melakukan proses coaching, dalam kapasitas sebagai pendidik juga harus mampu menguasai dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi serta pembelajaran sosial dan emosional agar kebutuhan belajar siswa dapat terpenuhi. Guru hanya menuntun siswa sesuai kodratnya masing-masing, agar siswa dapat mendapatkan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat.


Selasa, 13 Agustus 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF


Yulianus Lase, S.Pd

Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan Pendampingan selama 6 bulan bagi calon Guru Penggerak. Selama program, guru tetap menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru.

Selain pendidikan Guru Penggerak Reguler yang dilaksakan secara full selama 6 bulan yang menyasar guru-guru yang sudah lulus pada 3 (tiga) tahapan seleksi dengan menyandang sebutan sebagai Calon Guru Penggerak (CGP) juga ada pendidikan Guru Penggerak Rekognisi yang disediakan bagi para Pengajar Praktik dan Fasilitator yang belum pernah menjadi Calon Guru Penggerak Reguler.

Syarat utama untuk menjadi CGP Rekognisi adalah pernah menjadi Pengajar Praktik pada satu angkatan dan juga harus berstatus sebagai Fasilitator dan mendampingi CGP Reguler secara bersamaan, CGP Rekognisi juga harus melewati seleksi sebanyak 2 (dua) kali.

Berikut ini merupakan salah satu tugas yang wajib dilaksakan oleh CGP Rekognisi yaitu pada Alur Koneksi Antar Materi pada Modul 1.4.

KONEKSI ANTAR MATERI KESIMPULAN DAN REFLEKSI

MODUL 1.4

Nama CGP Rekognisi :    Yulianus Lase, S.Pd                                    Fasilitator Pemandu   :  Samsuedi

Angkatan                     :    11 (Sebelas)                                                Tahun                         :    2024

Unit Kerja                    :    UPTD SDN 070974 Gunungsitoli


SALAM DAN BAHAGIA !

Setelah saya mempelajari Modul 1.4. Budaya Positif, saya melakukan refleksi untuk diri sendiri yang dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

A.  Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak.

Untuk menciptakan budaya positif dilingkungan sekolah saya sebagai seorang guru mempunyai peran yang sangat besar. Sebagai seorang guru, saya berperan untuk menginisiasi penyusunan keyakinan kelas di kelas yang menjadi tanggungjawab sendiri. Selain itu saya juga berperan untuk menyebarkan pemahaman kepada rekan kerja ditempat saya bekerja. Penerapan budaya positif tidak bisa maksimal apa bila seorang diri untuk melaksanakannya. Beberapa waktu lalu, saya telah melaksanakan kegiatan sosialisasi tentang budaya positif di sekolah. Materi ini disambut baik oleh rekan-rekan di tempat saya bekerja. Saya menjelaskan tentang disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah/kelas, segitiga restitusi.

Seluruh materi budaya positif ini sangat erat kaitannya dengan Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak. Dalam filosofi pendidikan menurut KHD, Pendidikan itu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, agar tuntunan ini bisa berhasil maka budaya positif wajib diterapkan dilingkungan sekolah. Nilai dan Peran Guru Penggeraklah yang mampu mengakomodir hal tersebut dengan merencanakannya melalu Visi Guru Penggerak yang dijadikan sebagai pandangan utama, sehingga apapun program yang ingin dilaksanakan tidak terlepas dari ketiga hal tersebut yang akhirnya budaya positif dapat terbudayakan diekosistem suatu sekolah.

A.  Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1.   Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Saya sangat memahami konsep-konsep inti dari materi disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi.

Budaya positif adalah nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan serta kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.

Teori kontrol menurut Dr. William Glasser dalam Control Theory terdiri dari:

a.   Guru mengontrol murid : Sebetulnya kita tidak bisa mengontrol murid jika ia tidak mau, harus ada dorongan sendiri dari diri murid.

b.    Penguatan positif efektif dan bermanfaat : Semisal bujukan dan nasihat-nasihat, jika terlalu dalam murid bisa ketergantungan dan tidak mandiri dalam mengontrol dirinya.

c.    Kritikan dapat membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter : Kalaupun kita harus mengeluarkan kritikan maka kritiklah secukupnya dan kritikan tersebut harus membangun bukan malah membuat murid tidak percaya diri.

d.  Orang dewasa memiliki hak untuk memaksa : Menentukan pilihan adalah hak masing-masing manusia. 

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol?

Stimulus Respon

Teori Kontrol

Realitas (kebutuhan) kita sama

Realitas (kebutuhan) kita berbeda

Setiap orang melihat sama

Setiap orang memiliki gambaran berbeda

Kita mencoba mengubah orang agar berpandangan sama dengan kita

Kita berusaha memahami pandangan orang lain tentang dunia

Perilaku buruk dilihat sebagai suatu kesalahan

Semua perilaku memiliki tujuan

Orang lain bisa mengontrol saya

Hanya anda yang bisa mengontrol diri anda

Saya bisa mengontrol orang lain

Anda tidak bisa mengontrol orang lain

Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal

Kolaborasi dan konsensus menciptakan pilihan-pilhan baru

Model berpikir menang/kalah

Model berpikir menang-menang

Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi

Ada 3 motivasi perilaku manusia:

1.     Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya?

2.     Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.

Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya?

3.   Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. 

Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif.

Dihukum oleh Penghargaan

Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas, kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,  atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.” (Alfie Kohn)

5 (lima) Posisi Kontrol Guru

1.     Penghukum

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Pada posisi ini kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

2.     Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

Pada posisi ini murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

3.     Teman

Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”

“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.

Pada posisi ini murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.

4.     Pemantau

Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”

“Sanksi atau konsekuensinya apa?”

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

Pada posisi ini murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah.  Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.

5.     Manager

Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”

“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”

“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.

5 (lima) kebutuhan dasar manusia

1.     Kesenangan

2.     Cinta dan Kasih sayang

3.     Kebebasan

4.     Penguasaan

5.     Bertahan hidup

Keyakinan Kelas

Keyakinan adalah nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama

Segitiga Restitusi

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat

Ada 3 tahapan dalam melakukan restitusi, yaitu;

1.     Menstabilkan Identitas

2.     Validasi Tindakan yang Salah

3.     Menanyakan Keyakinan

Segitiga restitusi sebagai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.


2.     Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam mencipatkan budaya positif di kelas ataupun disekolah setelah saya mempelajari modul ini yaitu:

Hukuman tidak dapat mendisplinkan anak secara total, bahkan lebih banyak sisi negatif dibanding sisi positifnya. Penghargaan tidak selalu baik pada murid terutama yang berkaitan dengan pemberian penghargaan dalam bentuk barang, alangkah lebih baiknya bila motivasi yang muncul berasal dari dalam diri murid sendiri. Keyakinan kelas lebih baik dari pada peraturan kelas, sebab keyakinan kelas disepakati sendiri oleh murid, sedangkan peraturan kelas dibuat sendiri oleh guru. Setelah saya mengetahui hal ini, maka saya berencana untuk mengobah paradigm berpikir saya dalam mengelola kelas/sekolah agar sesuai dengan kondisi yang diharapkan dalam modul ini.

3.   Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Adapun pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep intik dalam modul Budaya Positif dilingkungan sekolah antara lain;

Dalam menyelesaikan masalah ketika murid berbuat salah, kalau dulu cara mengatasinya selalu berasaskan pada hukuman, saat ini sudah tidak seperti itu lagi. Dalam menyelesaikan masalah selalu berasaskan Segitiga Restitusi dan pengulangan Keyakinan kelas. Dalam minggu yang sudah lewat terjadilah masalah antara 2 orang siswa saat mereka melaksanakan kegiatan Literasi pada pagi hari di sekolah. 2 orang murid ini terlibat dalam perkelahian karena memperebutkan buku bacaan. Sayapun menyelesaikan persoalan itu dengan menerapkan Segitiga Restitusi

4.     Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Saya sangat senang dan gembira, sebab dalam menyelesaikan masalah tersebut tidak ada kekerasan fisik dan verbal. Murid juga menerima dengan baik penyelesaian tersebut.

5.  Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Hal yang baik saat menerapkan konsep-konsep budaya positif di kelas yaitu murid menyadari bahwa bila melakukan sesuatu hal pasti ada konsekuensi, dan konsekuensi itu merupakan kesepakatan yang sudah mereka buat secara bersama-sama sehingga tanpa diperintah apapun konsekuensi dari tindakan yang mereka buat akan mereka laksanakan dengan ikhlas.

Yang perlu diperbaiki pada penerapan konsep dimaksud menurut saya kecakapan seorang guru dalam memahami konsep Segitiga Restitusi dalam menyelesaikan masalah. Kadang penerapan Segitiga Restitusi tidak berjalan dengan baik karena guru kurang menguasai cara melakukannya, jadi hal tersebut wajib diperbaiki.

6.  Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?

Sebelum mempelajari modul ini ketika berinteraksi dengan murid saya selalu posisi sebagai Pembuat Merasa Bersalah.Posisi ini memang tidak menyakiti siswa secara fisik tetapi menyakiti mereka dengan pemikiran mereka merasa sangat bersalah dan ini membuat tekanan batin terhadap siswa. Saat itupun saya merasa kasihan juga melihat kondisi murid seperti itu. Tetapi setelah mempelajari modul ini, posisi yang saya pakai untuk mengontrol murid adalah Posisi sebagai manager. Pada posisi ini guru mengajak murid untuk bertanggung jawab atas perbuatannnya dan menemukan sendiri solusi yang dia ingin lakukan dengan mengacu pada keyakinan kelas yang sudah ada. Perasaan saya setelah menerapkan posisi sebagai manager, saya menjadi puas dan lega sebab pada penyelesaian suatu masalah tidak berbasis menyakiti tetapi bahkan mengajari dan memperbaiki.

7.   Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Sebelum mempelajari modul ini saya sering menerapkan Segitiga Restitusi saat menyelesaikan masalah pada murid. Tahap yang sering saya praktikkan yaitu Validasi Tindakan Yang Salah. Saya mengajak siswa untuk memahami bahwa tindakan yang dilakukannya membuat dia bermasalah dan tidak sesuai aturan, dan saya mengontrol murid dengan menggunakan posisi Kontrol sebagai Pembuat Merasa Bersalah.

8.  Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Saya kira konsep-konsep yang sudah disampaikan di dalam modul ini sudah sangat baik dan relevan untuk saat ini, menurut saya yang perlu ditambahkan adalah kesabaran guru dalam menerapkannya dan kemampuan untuk memahami agar konsep budaya positif bisa berjalan sesuai rencana.